Hidayah.. Bisa Datang dengan Sendirinya, Namun, Ada Kalanya Juga Harus Kita Jemput..
Setiap orang bisa menjadi Sang Murobbi (pendidik) untuk dirinya sendiri dan orang lain..
Sebuah pertanyaan yang terus mengusikku sebagai seorang pencari hidayah…
Bisakah kita seperti para muallaf yang memiliki kobaran ghiroh keislaman yang dari ke hari tak pernah padam…??
Pertemuanku ini secara tidak sengaja atau memang karena rekayasa Allah SWT sebagai datangnya sebuah hidayah juga untukku. Waktu itu aku baru pulang kuliah dari kampusku yang berada sekitar jalan salemba Jakarta, perjalanan ke rumah (read : Bekasi) harus kutempuh dengan naik bis kota. Tiba-tiba naiklah seorang karyawati yang juga baru pulang dari kantornya dan segera mancari tempat dan dia mendapatinya dengan duduk di sebelahku. Tak berapa lama, biskota mulai penuh dan sesak oleh orang-orang yang juga baru pulang dari kantor atau tempat-tempat lainnya dan tak sabar ingin segera pulang ke rumah untuk bertemu keluarga mereka. Di sebelah bangku kami, berdirilah seorang bapak yang dengan gelagatnya membuat karyawati atau sebutlah namanya Bu Irma, yang duduk disebelahku ini merasa terganggu dan mulai mengeluhkan perilaku orang tersebut. Akhirnya Bu Irma dengan tegas menegurnya sehingga bapak tadi sedikit malu dan mulai berpindah tempat agak menjauh dari tempat duduk kami.
Berhubung insiden tadi, Bu Irma memulai perbincangannya denganku. Obrolan kami mulai dari pembicaraan ringan sampai pada akhirnya Bu Irma mulai bercerita tentang awal ketertarikannya dengan agama islam. Mungkin alasannya sharing karena melihat penampilanku dengan jilbab panjang ini. Subhanallah…, ternyata Bu Irma adalah seorang muallaf. Bu Irma adalah seorang muallaf yang mendapat hidayah dari Allah melalui perkenalannya dengan seorang teman dekatnya yang beragama islam, jika ku simpulkan dari ceritanya hubungan mereka cukup dekat (read : pendekatan ke jenjang nikah). Usia Bu Irma saat itu sekitar 24 tahun. Hubungan mereka tidak diketahui oleh orang tua Bu Irma, karena keluarga Bu Irma pengikut katolik yang taat dan pastinya jika mengetahui kedekatan dengan temannya itu, maka hubungan mereka mungkin tidak akan direstui. Bu Irma merasa kagum dengan temannya ini, Bu Irma melihat sosok kesholehan dalam dirinya. Semakin lama Bu Irma semakin tertarik pada Islam, dia mulai bertanya-tanya dan mencari tahu tentang ajaran islam lebih dalam.
Sampai suatu ketika saat menjelang waktu shubuh tiba, Bu Irma mendengar suara adzan berkumandang tidak jauh dari rumah tinggalnya. Suara itu seakan-akan terdengar menyayat hati dan menusuk sanubarinya, sehingga membuat sekujur tubuhnya gemetar… Tak tertahankan lagi sampai-sampai Bu Irma terharu menitikkan airmatanya dan menangis. Mungkin itulah awal sebuah hidayah yang datang dari Allah. Dengan bantuan teman dekatnya, Bu Irma minta tolong untuk diislamkan oleh seorang ustadz. Alhamdulillah, total sudah hidayah itu datang dan langsung disambutnya, yang akhirnya menjadikan Bu Irma sebagai seorang muallaf…
Perjuangan Bu Irma masih berlanjut…***
Setelah keislaman yang belum diketahui orang tuanya, Bu Irma secara sembunyi-sembunyi menjalankan ibadah yang utama dalam ajaran islam, yaitu sholat 5 waktu. Hari-hari dilalui dengan bertambah keimanannya kepada islam. Suatu hari keimanan Bu Irma diuji oleh Allah. Dengan tidak sengaja, Bu Irma lupa mengunci pintu kamar tidurnya padahal hal ini selalu dilakukannnya setiap kali akan melaksanakan sholat. Itu semua dilakukan karena Bu Irma menghormati keluarganya yang beragama katolik dan masih mencari cara terbaik bagaimana menceritakan keislamannya pada keluarga besarnya. Setelah selesai sholat isya dengan kamar tertutup namun tidak dikunci dari dalam, tiba-tiba ibunya Bu Irma masuk ke dalam kamar dan sangat terkejut mendapati anaknya memakai mukena dan sedang menjalankan ibadah agama lain. Keterkejutan ini memuncakkan amarah sang ibu sehingga Bu Irma dimarahi dan dipukuli. Melihat ketidakpercayaan tersebut Ayah dan ibunya tiada henti-hentinya memarahi beliau dan meminta Bu Irma meninggalkan keyakinan barunya (read: islam), jika tidak dilakukannya orangtuanya mengancam akan memutus hubungan antara orang tua dan anak dan memintanya segera meninggalkan rumah.
Malam itu, Bu Irma tidak dapat memejamkan matanya, kebimbangan hatinya antara keyakinan terhadap islam dan pilihan keluarga terus mengusik benaknya. Keputusan yang mana yang harus dia ambil, teringat ceramah dari seorang ustad saat beliau menghadiri suatu pengajian bahwa hukumnya wajib menaati perintah orang tua asalkan perintah itu tidak bertentangan dengan keyakinan islam dan perintah Allah. Setelah sholat malam, Bu Irma kembali berdoa dan meminta petunjuk sampai akhirnya beliau mendengar suara adzan shubuh yang kembali berkumandang. Yah…suara ini adalah suara favorit Bu Irma karena setiap adzan berkumandang hatinya selalu bergetar. Keputusan bulat pun akhirnya diambil, tanpa bekal yang banyak hanya ada iman dan Allah bersamanya, Bu Irma meninggalkan rumah orang tuanya dan pergi ke luar kota.
Bu Irma pergi ke rumah seorang sahabat perempuan yang tinggal di Surabaya. Di sana dia mulai merintis kehidupannya lagi dengan bekal seadanya. Mencari pekerjaan dan mencari teman-teman baru. Alhamdulillah tidak lama disana, Bu Irma bisa mengontrak rumah sendiri dan memulai hidup barunya. Bu Irma kehilangan kontak dengan teman dekat yang telah mengenalkan islam kepadanya. Namun doanya tak terputus, semoga dia (read : yang dulu teman dekatnya itu) selalu mendapat penjagaan dan ridho Allah. Beberapa tahun berlalu sampai akhirnya Bu Irma menemukan jodohnya di Surabaya lalu menikah. Bahagianya Bu Irma, hidayah itu mendatangkan rezeki yang tak pernah putus dan tiada habis-habisnya. Bu Irma mendapatkan seorang suami sholeh yang dapat membimbingnya untuk terus mengenal islam dan anak-anak yang tiada henti mendoakannya. Cerita Bu Irma, setiap adzan shubuh anak-anaknya selalu bangun dan mendoakannya.. Kebiasaan yang sampai saat ini tetap dijalankan dan membuat haru hatinya. Karena suara adzan itu juga yang ,menghantarkan Bu Irma untuk menjadi SANG MU'ALLAF…
(Subhanallah… ini adalah kisah nyata potret kehidupan dan perjalanan seseorang yang mendapat hidayah dan telah dijemputnya dengan tangan terbuka. Biasakah kita yang terlahir sebagai islam menjadi seperti mereka yang tetap istiqomah walaupun datangnya hidayah itu harus mereka tebus dengan perpisahan dengan orang-orang tercinta, terlebih lagi orang tua..???)
dari cerita ini penulis ingin mengutip sebuah ayat Quran dalam surat Ali Imran ayat 19 :
~ISLAM SATU-SATUNYA AGAMA ALLAH~
"Sesungguhnya agama yang diridhai pada sisi Allah ialah Islam. Tidak ada pertikaian di antara ahli kitab mengenai hal itu, melainkan sesudah mereka mempunyai pengetahuan agama semata-mata karena kedengkiannya yang ada di antara mereka. Barangsiapa yang kafir kepada ayat-ayat Allah, hendaklah diinsyafinya bahwa Allah itu Maha cepat perhitungannya."
Wallahu’alam bishowab..
Cerita ini terilhami dari kisah nyata seorang muallaf yang saya temui di biskota saat pulang kuliah tahun 2003.
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”
“Kalaulah orang menganggap sesuatu yang kita lakukan itu kecil, pastilah yang kecil itu akan menjadi besar kalau ada kesungguhan didalamnya”
Semoga Bermanfaat…
Pustaka Cerita FY-2009
No comments:
Post a Comment