Wahai Muslimah... Malumu mahligai yang tidak perlukan singgasana tetapi ia berkuasa menjaga diri dan nama... Malu adalah mahkota Yusuf yang membuatnya agung dihadapan tipu daya Imraatul' Aziiz Zulaikha... Malu adalah adalah perisai Abu Bakar Al Miski yang memakai Baju Besi lumuran kotoran manusia ketika seorang wanita cantik dan kaya mengajaknya berzina.!! Malu adalah pakaian Rasulullah sampai beliau lebih terjaga oleh rasa itu daripada gadis pingitan... Belajarlah menjadi pemalu dalam masalah kesucian diri.

Thursday, September 8, 2011

SI PENDIAM ITU TERNYATA BERBAKAT

Berawal dari sebuah ruangan persegi. Gelak tawa riang yang terkadang terdengar ramai dan agak berisik di waktu-waktu tertentu. Ruang kelas yang nyaman dengan pembagian tempat duduk menjadi 3 kelompok belajar. Tersimpul sebuah senyuman manis setiap kali aku memandang ke arahnya. Sosok yang ramah dan cenderung pendiam. Yah, dia adalah satu dari 15 siswaku di kelas. Jarang aku mendengar suara atau tawa candanya. Walaupun sebenarnya dia bukanlah anak yang canggung berbaur dengan teman-teman lainnya. Sering kulihat dia akrab bermain bersama teman-temannya. Sesekali dia menghampiri mejaku, sekedar ingin melihat lebih dekat apa yang sedang kutulis atau yang kukerjakan.

Entah mengapa aku semakin ingin mengenal pribadinya. Mungkin karena dia cenderung pendiam jadi membuatku agak kesulitan mengenal karakternya. Di waktu senggang ketika teman yang lainnya sedang asyik bermain, aku coba memulai pembicaraan ringan dengannya dengan sekedar menanyakan kabar dan keluarganya. Tapi begitulah Si manis ini, dia hanya menyunggingkan senyumnya sebagai jawaban. Dari beberapa orang guru yang ku tanyakan, hampir semua mengatakan dia anak yang pemalu dan pendiam.

Hampir saja aku salah menilainya, walaupun dia jarang terlihat berbicara atau senang menyendiri dari teman- temannya. Sering kulihat dia begitu asyiknya tersenyum sambil  mengamati dari kejauhan perilaku teman sekelasnya yang sedang bermain. Tanpa ingin mengganggu keasyikannya, aku bertanya padanya kenapa tidak ikut bermain juga, namun dia hanya merespon dengan menggelengkan kepalanya malu-malu.

Disela kesibukanku mengajar ke kelas-kelas, aku menyempatkan diri untuk melihat aktivitas ibadah anak-anak yang terlampir di halaman belakang buku komunikasi. “Five Times Pray”, judul lampirannya, yang harus selalu di isi untuk memantau perkembangan ibadah sholat 5 waktu anak-anak dengan dibubuhi tanda tangan orangtua mereka sebagai pengawas di rumah. Biasanya jika anak yang rajin dan lengkap sholat 5 waktunya, aku tuliskan kata pujian di samping kolom nilai dan paraf guru agar mereka terus mempertahankan ibadahnya. Dan untuk anak yuang masih bolong sholatnya, aku beri kata motivasi agar mereka lebih bersemangat untuk menyempurnakan ibadah 5 waktunya. Disinilah awalnya aku mengetahui bahwa siswa pendiamku ini ternyata lebih menyukai komunikasi secara tertulis daripada langsung atau lisan. Mungkin ada kenyamanan baginya untuk lebih berani mengungkapkan perasaannya dalam tulisan.
Suatu ketika buku komunikasinya kusematkan kata motivasi penyemangat, karena ada kolom sholat 5 waktunya yang kosong. Keesokan harinya saat aku mengecek kembali buku komunikasinya. Tak kusangka dia bisa lebih ekspresif dengan menulis kata: terima kasih, kata maaf atau ungkapan emosi senang lainnya. Bahkan dengan gambar senyuman sebagai respon kata-kata yang kutuliskan. Tidak kulihat sisi pemalu dan pendiamnya dalam isi tulisannya yang bergaya bahasa cukup akrab itu.

Jelang pertengahan Ramadhan, saat pembuatan kartu lebaran di kelas. Sambil memantau anak-anak mengerjakan pembuatan kartu, sesekali kartu ucapan mereka terbaca olehku. Satu dari kartu ucapan itu akan mereka kirimkan untuk seorang tokoh masyarakat, beberapa anak diantaranya akan mengirimkannya untuk Presiden RI, Bapak SBY. Dan menariknya, kartu ucapan yang di tujukan untuk Bapak SBY buatan si pendiam ini memakai gaya bahasa seorang pengamat yang sedang menggambarkan situasi realita kehidupan rakyat di Indonesia. Dalam ungkapannya yang didahulukan dengan ucapan terima kasih untuk seorang kepala Negara karena kesediaan beliau yang mau mengurus bangsa ini dengan berbagai konflik dan kesenjangan sosial, dia menceritakan fakta kasus kekerasan yang banyak dilakukan orang dewasa kepada anak-anak, kasus pencurian dan penyakit-penyakit masyarakat yang sedang marak terjadi saat ini. Diakhir kartu ucapannya dia tuliskan harapan besarnya ingin bertemu langsung dengan Bapak Presiden dan ingin meminta kerjasamanya dalam membangun Indonesia agar lebih baik lagi. Sebuah gaya bahasa seorang anak sekolah dasar yang sederhana, tapi menurutku mengandung pemikiran mendalam dan rasa empatinya terhadap masalah orang-orang di sekitarnya. Yang mungkin belum tentu banyak dilakukan teman-teman sebayanya.

Sejalan dengan cerita SI PENDIAM ITU TERNYATA BERBAKAT yang telah kuceritakan diatas, Sebuah studi kasus dalam buku yang ditulis oleh Daniel Goleman dengan judul “Emotional Intelligence”. Dari hasil penelitian dan tes, ternyata anak yang tampak pendiam diantara teman mainnya yang lebih suka bergaul. Memiliki kemampuan sebagai pengamat tajam seputar sosial teman-teman dan lingkungannya dan mampu secara luar biasa memahami gejolak perasaan diri orang lain. (Hasil pengamatan yang ditemukan pada tahap dini usia empat tahun seorang murid Taman Kanak-kanak Eliot-Pearson di Kampus Tufts University yang mengembangkan project spectrum yaitu metode yang hampir sama dengan metode multiple intelligences)

Banyak yang beranggapan bahwa anak yang cenderung pendiam itu adalah anak yang tidak peka tehadap lingkungan sosial mereka (terkesan cuek), tidak punya bakat tampil dan sulit bersosialisasi. Sehingga memunculkan kekhawatiran banyak orangtua tentang pribadi si pendiam ini, bahkan segala cara dilakukan beberapa orangtua untuk memaksa anaknya mengikuti les atau kursus bakat yang sebenarnya belum tentu keinginan hati si anak. Seringkali kita terlalu cepat menilai, bahwa anak yang cerdas adalah yang menunjukkan prestasi akademis, pandai berbicara dan menjawab apa yang ditanyakan gurunya, aktif dengan berbagai bidang kegiatan, dan ciri-ciri yang lebih menonjol lainnya yang hanya tampak dari luar. Mungkin setelah kita tahu dan membaca referensi buku atau artikel yang mendefinisikan ulang “apa itu arti cerdas”. Kita bisa merubah perspektif tentang apa itu cerdas dan bakat anak.




By : FY, Ramadhan 1931 H

No comments: